Tradisi merantau dan berdagang Urang Awak

Rumah Gadang

Orang-orang Sumatera Barat, yang dahulu kala bernama ‘Minangkabau’, tak disangkal lagi terkenal karena dua hal yakni tradisi manggaleh (berdagang) dan tradisi merantau. Di Indonesia, siapa yang tak kenal Rumah Makan masakan Padang? Hidup tak lengkap kalau belum ke sana. Bayangkan, racikan bumbu masak bernuansa pedas ditambah lagi adonan kuah pekat, pasti mengundang selera siapa pun yang lewat. Aromanya menebar dimana-mana.

Berikutnya tradisi merantau. Kecenderungan tradisi ini dilatarbelakangi karena keinginan kehidupan yang layak di negeri orang, tanpa mempedulikan lagi kehidupan di kampung halaman. Apakah ia orang berada (ber-uang) atau orang bangsai’ (melarat), semuanya pergi meninggalkan kampung halaman menuju ke berbagai penjuru dunia. Juga, mereka tak peduli dengan kehidupan yang dialami di perantauan, apakah senang? bahagia? atau malah sengsara?

Ini diabadikan dalam sebuah pepatah-petitih lama berbunyi, “Marantau bujang dahulu di kampuang banguno balun”. Artinya, seorang pemuda apalagi telah menamatkan pendidikan diwajibkan meninggalkan kampung halaman, sementara di kampung halaman sang pemuda belum dapat berfungsi secara penuh.

Mereka berkeyakinan, perubahan pasti terjadi bila meninggalkan kampung halaman. Harapan ini biasanya dihubungkan dengan pepatah lain, yakni ‘mambangkik batang tarandam’. Maksudnya yaitu mengembalikan kejayaan yang pernah dimiliki atau terkubur. Karena ‘batang tarandam’ secara harfiah menurut adat Minangkabau adalah proses perendaman pohon kayu yang akan digunakan untuk konstruksi rumah Gadang, rumah adat Minangkabau. Sebab, bahan dasar pembuatan rumah Gadang adalah kayu yang telah direndam di lumpur selama berbulan-bulan agar tetap kokoh dan tidak dimakan rayap.

Dengan adanya kegiatan membangkit batang terendam berarti mempersiapkan sebuah bangunan. Bangunan ini adalah lambang kelahiran sebuah peradaban.
Kebanyakan mereka yang berani mengarungi dunia perantauan terkadang sukses, tapi tak menutup kemungkinan ada yang gagal. Lazimnya, kesuksesan dan kegagalan mereka tak lepas dari sumbangsih para dunsanak dan famili yang telah dahulu pergi ke tanah seberang (merantau). Apalagi bila ada persiapan sebelum merantau alias ‘dekingan’ (induk semang) atau keluarga yang telah sukses.

Sisi lain, ‘mambangkik batang tarandam’ juga berarti usaha mengembalikan kejayaan masa lalu. Memugar kembali sesuatu yang pernah dibanggakan. Mereka, orang-orang perantau, harapan untuk ‘mambangkik batang tarandam’ bermakna tekad kuat guna mengembalikan citra Minangkabau yang pernah jaya di pentas nasional maupun internasional.

Makna ini sering digunakan oleh para perantau yang akan meninggalkan kampung demi melanjutkan pendidikan. Tapi, ada juga yang beranggapan,  ‘mambangkik batang tarandam’ bermakna usaha mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin, sebab ketenaran itu akan datang dengan sendirinya seiring dengan kekayaan yang diperoleh.

Seorang Mamak malu bila anak kemenakannya yang sudah menamatkan  pendidikan tapi masih menganggur di kampung halaman. Percuma, memiliki anak  tamatan perguruan tinggi sekalipun kalau pekerjaannya masih seperti orang tuanya, mengolah tanah di kampung halaman. Anggapan ini melihat seolah-olah kehidupan di rantau itu begitu menjanjikan dan pasti akan jaya.
Tak peduli, apapun pekerjaan yang dilakukan di perantauan. Sebab, masyarakat memiliki sebuah sudut pandang berbeda, antara yang merantau dengan yang tidak. Sebuah keyakinan baru akan muncul, bila sang pemuda meninggalkan kampung tempat kelahirannya.

Tak jarang banyak pemuda atau perantau gagal di perantauan, baik itu karena nasib jelek, kekurangan modal, maupun tak cocok dengan bidang yang digelutinya. Bahkan, kadang kala perantau lebih sengsara tinggal di rantau dari pada di kampung. Tapi masyarakat tetap melihat mereka lebih bergengsi bila sengsara di rantau dari pada ‘manaruko’ di kampung.

Laksana sebuah pepatah, usaha keras membuahkan kesuksesan. Maka kebanyakan mereka yang ulet di rantau akan menuai sukses di kemudian hari. Kesuksesan menjadi tolak ukur cara pandang masyarakat di kampung. Apabila telah sukses, otomatis nilai dan kedudukannya naik di mata masyarakat. Seolah yang mereka tahu hanya sukses, sukses dan sukses. Sedangkan saat mereka hidup sengsara tidak ada yang tahu, karena seorang perantau tidak akan pulang ke kampung halamannya sebelum mereka mempersiapkan segala sesuatu, hingga tak ada kesan kalau mereka hidup bangsai’(miskin) di rantau.

Apakah ini sebuah upaya mempertahankan kebiasaan? Masyarakat Minangkabau, sampai saat ini, masih menjadikan tradisi merantau sebagai manifestasi budaya. Indak lekang dek paneh tak lapuak dek hujan. Sistem budaya yang tak pernah terpisahkan dari cita-cita dan tujuan hidup.

Alangkah lebih baik, bila tekad yang tinggi seperti ini dilaksanakan di kampung halaman. Mau bekerja apa saja, dan tidak mempedulikan orang lain.

Tentu harapan akan pembangunan yang lebih maju dapat tercipta di ranah minang ini. Sebagaimana yang menjadi program pemerintah saat ini, menjadikan desa dan daerah sebagai pusat pertumbuhan perekonomian. Jadi, ‘mambangkik batang tarandam’ tidak selamanya harus merantau, bisa saja tetap hidup di kampung, tapi berjiwalah laksana orang merantau. Kembangkan potensi yang dimiliki, maka keinginan untuk maju pasti akan terwujud.

Di semua kota besar ataupun kecil di Indonesia, dengan mudah rumah makan padang bisa kita temui. Maka tak heran jika ada pepatah ini, “Di mana bumi di pijak, di sana ada rumah makan padang.”

Bisnis rumah makan padang memang banyak didominasi oleh orang asli Padang. Tak heran, selain dikenal ahli berdagang, orang Padang memiliki tradisi merantau yang kuat. Nah, sembari merantau, orang Padang mencari rizki dari berdagang, tak terkecuali bisnis warung makan dan bisnis garmen . Namun, saat ini bisnis warung makanan Padang tidak melulu didominasi orang asli Padang.

Seperti halnya warteg yang banyak penggemarnya, makanan Padang pun banyak diminati. Tengoklah menjelang pukul 12 siang, para pekerja kantoran berjubel memenuhi warung-warung makan Padang. Tak hanya siang, saat jam makan malam pun ramai.

Kekhasan dari bumbu rendang dan kuah santan yang membuat lahap saat makan adalah salah satu daya tarik dari masakan Padang. Tak hanya soal pedas dan kemantapan dari sambal Padang, beragam jenis masakan pun dengan gampang bisa kita dapatkan. Ayam pop, ayam bakar, ayam goreng, kikil, paru, lele, cumi, ikan emas, dan banyak lagi, terlihat bertumpuk di balik etalase rumah makan padang. Inilah salah satu jurus untuk mengundang orang berselera makan: memajang makanan.

Sebenarnya apa saja rahasia dibalik kesuksesan dari bisnis rumah makan padang?Pertama adalah soal konsisten dan fokus menjalani bisnis ini. jeli memilih tempat, mengutamakan rasa makanan, tempat harus bersih, dan mempekerjakan juru masak yang andal serta kejujuran.

Bagi anda yang pernah mengunjungi Kota Bukittinggi di Sumatera Barat, sudah pasti tidak asing lagi dengan aneka jenis penganan tradisional khas yang nikmat dan terjangkau. Salah satu di antaranya adalah KERUPUK SANJAI. Selain menjadi cemilan sehari-hari bagi masyarakat Bukittinggi sendiri, ternyata juga sudah terkenal hingga seantero Indonesia Hingga turis dari manca negara pun menikmatinya.

Kerupuk Sanjai, melihat perkembangannya selain banyak diproduksi di kota Bukittinggi sendiri, saat ini di kota-kota lain di Sumatera Barat khususnya sudah banyak yang ikut mendirikan usaha kerajinan pembuatan kerupuk sanjai hingga kerupuk ini semakin mendapat tempat tersendiri di hati seluruh penikmatnya.

Cita rasa kerupuk yang gurih dan renyah ini begitu eksotis, dihasilkan dari singkong (belo kayu) jenis tertentu salah satunya adalah jenis singkong ketan. Yang diolah sedemikian rupa hingga hadir menjadi kerupuk singkong yang lezat dengan berbagai rasa.

Bila anda penasaran dan berminat melakukan kunjungan ke kota Bukittinggi silahkan mencari dan mencobanya. Dengan ditemani segelas teh hangat sambil menikmati keindahan kota Bukittinggi dijamin anda akan sulit melupakan kenangan menyenangkan di kota ini. Dan akan kembali berkunjung ke kota Bukittinggi nan dingin dan menawan.

2 thoughts on “Tradisi merantau dan berdagang Urang Awak

  1. Pingback: Rumah Zakat Di Padang * Rumah Minimalis

Leave a comment